Samarinda merupakan salah satu kota di Indonesia yang sekarang cukup pesat perkembanganya di
Provinsi Kalimantan Timur.
Berdirinya Kota Samarinda, bermula dari kedatangan
sekelompok suku Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh La Mahong
Daeng Mangkona (bergelar Pua Ado yang pertama), yang datang ke daerah Kerajaan
Kutai karena menentang perjanjian Bongaja. Kerajaan Kutai menerima kelompok ini
karena diperlukan untuk membantui kerajaan Kutai dalam menentang Belanda.
Mereka diizinkan bermukim di hilir sungai yaitu di Samarinda Seberang.
Orang-orang Bugis Wajo ini mulai bermukim di Samarinda
pada bulan Januari 1668. Pada kurun waktu itulah ditetapkan sebagai Hari Jadi
Kota Samarinda, yaitu tanggal 21 Januari 1668.
Sejarah Lain Samarinda Kota Seberang
Sejarah terbukanya sebuah kampung yang menjadi kota
besar, dikutip dari buku berbahasa Belanda dengan judul “Geschiedenis van
Indonesie“ karangan de Graaf. Buku yang diterbitkan NV.Uitg.W.V.Hoeve, Den
Haag, tahun 1949 ini juga menceritakan keberadaan Kota Samarinda yang diawali
pembukaan perkampungan di Samarinda Seberang yang dipimpin oleh Pua Ado.
Belanda yang mengikat perjanjian dengan kesultanan Kutai kian lama kian
bertumbuh. Bahkan, secara perlahan Belanda menguasai perekonomian di daerah
ini. Untuk mengembangkan kegiatan perdagangannya, maka Belanda membuka
perkampungan di Samarinda Seberang pada tahun 1730 atau 62 tahun setelah Pua
Ado membangun Samarinda Seberang. Di situlah Belanda memusatkan perdagangannya.
Namun, pembangunan Samarinda Seberang oleh Belanda juga
atas izin dari Sultan Kutai, mengingat kepentingan ekonomi dan pertahanan
masyarakat di daerah tersebut. Apalagi, Belanda pada waktu itu juga menempatkan
pasukan perangnya di daerah ini sehingga sangat menjamin keamanan bagi Kerajaan
Kutai.
Samarinda berkembang terus dengan bertambahnya penduduk
yang datang dari Jawa dan Sulawesi dalam kurun waku ratusan tahun. Bahkan
sampai pada puncak kemerdekaan tahun 1945 hingga keruntuhan Orde Lama yang
digantikan oleh Orde Baru, Samarinda terus ’disatroni’ pendatang dari luar
Kaltim. Waktu itu Tahun 1966 adalah peralihan masa Orde Lama ke Orde Baru.
Keadaan semuanya masih acak dan semberawut. Masalah keamanan rakyat memang
terjamin dengan terbentuknya Hansip(Pertahanan Sipil) yang menggantikan OPR
(Organisasi Pertahanan Rakyat). Hansip mendukung keberadaan Polisi dan TNI.
Kendati terbilang maju pada zamannya, perubahan
signifikan Kota Samarinda dimulai ketika wali kota Kadrie Oening diangkat dan
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat Keputusan No. Pemda 7/
67/14-239 tanggal 8 November 1967. Ia menggantikan Mayor Ngoedio yang kemudian
bertugas sebagai pejabat tinggi pemerintahan Jawa Timur di Surabaya. Kotamadya
Samarinda pada tahun 1950 terbagi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Samarinda
Ulu, Samarinda Ilir dan Samarinda Seberang. Luas wilayahnya saat itu hanya 167
km². Kemudian pada tahun 1960 wilayah Samarinda diperluas menjadi 2.727 km²
meliputi daerah Kecamatan Palaran, Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Samboja. Namun
belakangan, kembali terjadi perubahan. Kota Samarinda hanya tinggal Kecamatan
Palaran, Samarinda Seberang, Samarinda Ilir dan Samarinda Ulu
No comments:
Post a Comment